21 Oktober 2007

Asik Jakarta bebas pengemis

Bayangkan bisa jadi apa para pengemis itu (dengan pengecualian) jika potensi diri dapat terakomodir dengan baik...

Jakartaku bebas pengemis itu sudah aku nanti-nantikan sejak lama... kenapa? Alasan yang saya angkat adalah karena Jakarta merupakan icon Indonesia alias ibukotanya perlambang kemakmuran suatu negara. Apakah kalian tidak malu jika ada pejabat negara lain yang sedang melintas perempatan jalan melihat banyak pengemis berkeliaran? Apa kata dunia?

Rumahku bebas tikus itu sudah aku nanti-nantikan sejak lama... kenapa? Alasan yang saya angkat adalah karena rumahku adalah tempat berteduhku alias tempat aku menjalani sebagian waktu dari hidupku perlambang kualitas hidup keluargaku. Apakah kalian tidak malu jika ada tamu sedang berkunjung mendengar dan melihat banyak tikus berkeliaran? Apa kata masyarakat?

Ups mungkin kedengarannya terlalu ekstrem ya?? Tapi saya mencoba untuk memberikan analogi dari kenyataan dalam lingkup keluarga. Tikus adalah aib bagi rumah dan pengemis sama halnya bagi sebuah bangsa dan negara. Mereka adalah hasil dari sebuah ketidakberesan dalam penataan kehidupan bersama. Dengan segala ketidakpedulian saya tentang asal muasal masalah dan tentunya bagaimana cara pemerintah menghadapi masalah tersebut saya mencoba melukiskan tikus akan pernah hilang dari rumah selama penghuni rumah terus saja menempatkan sisa makanan tidak pada tempatnya dan pengemis tidak akan pernah hilang selama uang kasihan terus menggelontor tanpa sanggup memilah apa yang aku lakukan sudah benar atau malah menjerumuskannya???

1 komentar:

Sang Lintang Lanang mengatakan...

pengemis dan gelandangan adalah bukti kegagalan sebuah negara dalam menyejahterakan rakyatnya. saya pikir yang saat ini dibutuhkan bukanlah rasa malu. kenapa kita harus malu jika memang keadaannya seperti itu? kalau hanya menghilangkan rasa malu, kita tinggal sweeping saja mereka, lalu sembunyikan di panti2 sosial. seperti sweeping yang dilakukan petugas kepada penghuni gubuk2 liar di pinggiran rel dimana SBY berniat melewatinya dengan kereta api yang terjadi beberapa waktu yang lalu.
pengemis, gelandangan, kriminalitas, prostitusi, dsb., pasti akan berkurang ketika kesejahteraan rakyat menjadi prioritas pemimpin bangsa. tapi jangan seperti jaman suharto, dimana pembangunan menjadi tujuan utama, sedangkan kemerdekaan dan kebebasan berekspresi dibungkam dan dipinggirkan.