27 Agustus 2007

Kemana minyak tanah ibuku?

Hari ini ibuku bilang kalau minyak tanah kita habis. Lalu langsung terlintas di pikiranku kalau akulah yang diharuskan mencari (lebih parahnya mengantri...) sang minyak tanah pembawa kehidupan... Tapi tidak karena ibuku tak kan pernah tega melihat anaknya terjepit oleh bau keringat antrian...

Begini lho... Kalau nggak ada minyak tanah ibuku ngga bakalan masak dan kalau ibuku ngga masak lalu siapa yang mau menyiapkan makanan buat kami sekeluarga kira-kira seperti itulah bayangannya. Nah kalau ngga ada makanan... pikirkan sendiri yah.

Di dapurku tidak ada lagi raungan mesin pemanas air alias cerek, tak ada lagi suara pisau mengadu kuat dengan papan kematian para sayuran dan daging alias talenan dan itu hanyalah sebagian dari efek domino tidak adanya lagi minyak tanah di warung Pak Pardi. Lalu efek domino dari mana ya yang menyebabkan Pak Pardi tidak lagi menjual minyak tanah???

Ingin rasanya kuteriak dan kutanyakan negeri ini. "Dimana minyakmu IBU pertiwi ? haruskah tangisan ibuku menjadi beribu untuk menggoncang negeri ini dengan sebuah revolusi? Aku katakan tidak, tidak untuk Mei 1998. Lalu kemana aku harus mengadu sementara semuanya hanya diam membisu?".

Ibuku tak pernah menjawab beberapa pertanyaanku karena aku tahu ia menyimpan suaranya untuk mengantri sampai sore nanti.

Inilah kehidupanku.. kehidupan dari setengah liter minyak.


1 komentar:

Mazarif mengatakan...

minyak tanah ...minyak tanah...kenapa gak pake gas aja bos, dengan gas lebih ngirit dari pada minyak, salam kenal